Jumat, 19 Agustus 2011

Mensyukuri Hidup

Hidup itu sepatutnya kita syukuri. Sekalipun manusia lahir ke bumi sudah dengan takdirnya masing-masing, tapi alangkah beruntungnya hidup ini jika setiap detik yang kita lalui bisa kita sikapi dengan rasa syukur kepadaNya.
Kesimpulan ini saya sadari penuh, setelah melalui perenungan dan pengalaman sendiri. Sering kali sebagai manusia kita protes, mengeluh selalu merasa kurang disana-sini. Gaji kurang, jabatan kurang, rejeki kurang, kebahagiaan kurang, rumah kurang bagus, mobil kurang gress, anak kurang pintar, istri / suami kurang memuaskan, teman2 kurang mendukung dan segudang keluhan2 yang akan banyak sekali kalau dibuat daftarnya.
Semua kekurangan yang kita rasanya sebenarnya bersumber dari kita sendiri. Perasaan tidak puas adalah sesuatu yang manusiawi. Tapi bagaimana cara kita mengolah perasaan negatif ini menjadi takaran yang logis adalah tugas kita.
Beberapa hari ini saya memiliki kesadaran tersebut ketika merasakan bahwa banyak sekali pemberian Tuhan yang tidak saya sadari. Kehadiran anak dan suami/istri sebagai pelengkap hidup adalah salah satu contoh yang sering lupa kita syukuri. Saya teringat salah satu client kami, seorang bapak yang bisa dibilang sukses hidupnya. Ayahnya kiai intelek terkenal di negeri ini, beliau sendiri adalah salah satu cendikiawan muslim yang juga memiliki karir penting di lingkungan akademik. Sepintas tidak ada yang kurang dari dirinya, tapi ternyata, 5 th pernikahannya beliau belum juga dikaruniai anak. Anak, bukankah mereka sumber cahaya dalam keluarga? Betapa seringnya kita mengabaikan anak, jarang mengajaknya mengobrol, bermain, atau sekedar mendengar keluh kesahnya di sekolah. Kadang sebagai orang tua kita merasa sudah bekerja keras untuk menghidupi anak, dan itu sudah menjadi bukti. Padahal bukan itu yang diminta!! Air mata saya menetes, mengingat anak saya yang kadang saya omeli hanya karena masalah2 sepele.
Itu hanya salah satu contoh. Kalau kita coba renungi, maka akan semakin banyak nikmat karunia Tuhan yang sudah diberikan tapi sering kita abaikan. Di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, tentu semakin mudah kita melakukan perenungan. Mudah-mudahan, selepas Ramadhan kita terlahir menjadi manusia baru yang lebih bijak dalam menyikapi hidup. Amiin.